Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil
bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni
Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1
Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir
juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana
Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan
pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein.[2]
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak
lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur
untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan
karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan
paham komunis yang sejak kejadian
G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May
Day masuk kategori aktivitas subversif,
karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas
tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar
menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis),
menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai
hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari
libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia
dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang
dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah
terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang
dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan
ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka
masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day
adalah subversif dan didalangi gerakan komunis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar